Sebagaimana dijelaskan pada artikel sebelumnya mengenai jenis gugatan secara umum di Indonesia, pada artikel kali ini membahas mengenai perjanjian/kontrak secara umun dan gugatan wanprestasi atau gugatan ingkar janji karena tidak terpenuhinya suatu perjanjian (kontrak).
Kontrak bisnis secara umum mengacu pada ketentuan KUH Perdata, yang mengatur secara rinci mengenai perjanjian, syarat sah perjanjian, serta akibat hukum batalnya perjanjian.
Perjanjian harus dibuat atas dasar kesadaran dan kesepakatan para pihak, dengan kata lain tidak boleh dibuat atas dasar paksaan atau tekanan. Selanjutnya para pembuat perjanjian harus cakap secara hukum, dalam artian perjanjian tidak boleh dibuat bagi anak dibawah umur, orang hilang ingatan (gila), orang yang berada dibawah pengampuan.
Syarat Sah Perjanjian
Suatu perjanjian harus memenuhi syarat dasar yang telah ditentukan dalam Pasal 1320 KUH Perdata, yakni sebagai berikut:
- Adanya kesepakatan para pihak
Para pihak harus sepakat atau setuju terhadap ketentuan-ketentuan yang diatur dalam perjanjian. Dalam hal ini tidak ada paksaan maupun tekanan dari salah satu pihak kepada pihak lainnya dalam membuat suatu perjanjian.
2. Kecakapan para pihak
Syarat ini diartikan sebagai kecakapan secara hukum atau memiliki kapasitas hukum, selanjutnya juga ditegaskan dalam Pasal 1330 KUH Perdata mengenai orang-orang yang tidak cakap untuk membuat perjanjian yakni:
- Orang yang belum dewasa
- Mereka yang dibawah pengampuan
- perempuan yang telah kawin dalam hal-hal yang ditentukan undang-undang dan pada umumnya semua orang yang oleh undang undang dilarang untuk membuat perjanjian tertentu.
3. Suatu hal (objek) tertentu
Hal-hal yang dituangkan dalam perjanjian harus merupakan objek (barang/jasa) yang jelas, selain itu juga secara rinci menjelaskan mengenai hak dan kewajiban para pihak atas objek yang diperjanjikan.
4. Suatu sebab (causa) halal
Suatu perjanjian tidak boleh memperjanjikan sesuatu yang dilarang atau bertentangan dengan hukum perundang-undangan, misalnya perjanjian mengenai “pembunuh bayaran” yang jelas-jelas perbuatan membunuh tersebut dilarang oleh undang-undang yang berlaku.
Atas keempat syarat tersebut diatas, jika syarat pada nomor 1 dan 2 tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan. Sedangkan jika syarat pada nomor 3 dan 4 tidak terpenuhi, maka perjanjian tersebut menjadi batal demi hukum.
Wanprestasi atau ingkar janji
Prof.Subekti, dalam bukunya berjudul Hukum Perjanjian, menyatakan terdapat empat macam wanprestasi, yaitu:
- tidak melakukan apa yang disanggupi akan dilakukan;
- melaksanakan tetapi tidak sebagaimana dijanjikannya;
- melakukan apa yang dijanjikannya tetapi terlambat; dan.
- melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Jika salah satu pihak telah memenuhi kriteria wanprestasi tersebut, maka pihak lainnya berhak untuk meminta ganti rugi kepada pihak yang melakukan wanprestasi.
Menurut ketentuan Pasal 1238 KUH Perdata, kriteria lalai bagi pihak yang melakukan wanprestasi yakni:
Debitur dinyatakan Ialai dengan surat perintah, atau dengan akta sejenis itu, atau berdasarkan kekuatan dari perikatan sendiri, yaitu bila perikatan ini mengakibatkan debitur harus dianggap Ialai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.
Dalam prakteknya pihak yang dirugikan harus mengirimkan suatu surat peringatan atau somasi kepada pihak yang lalai, sehingga nantinya surat tersebut akan menjadi dasar untuk mengajukan gugatan ke pengadilan terkait.
Selanjutnya jika pihak yang lalai tetap mengabaikan atau melalaikan kewajibannya, maka pihak lainnya yang dirugikan dapat mengajukan gugatan wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1234 KUH Perdata, yakni sebagai berikut:
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan Ialai, tetap Ialai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
author: Wilopo Husodo