Panduan Singkat PKWT dan PKWTT Dalam Hukum Ketenagakerjaan

Perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) maupun perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT) merupakan jenis perjanjian kerja yang berlaku dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia. Secara umum, perjanjian kerja diatur dalam ketentuan UU No.13/2003 sebagaimana diubah oleh UU No. 6/2023 beserta peraturan turunannya berupa PP No.35/2021.

Hubungan hukum yang tercipta dari perjanjian kerja melahirkan hubungan kerja, yakni hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah. (Pasal 1 angka 15 UU No.13/2003).

Definisi perjanjian kerja tertuang dalam Pasal 1 angka 14 UU No.13/2003, sebagai berikut:

“Perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak.”

Pada dasarnya perjanjian kerja dapat dibuat tertulis ataupun secara lisan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 51 ayat (1) UU No.13/2003. Selanjutnya persyaratan mengenai perjanjian kerja disebutkan dalam Pasal 54 ayat (1) UU No.13/2003, yakni sebagai berikut:

“Perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang kurangnya memuat:

  1. nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
  2. nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
  3. jabatan atau jenis pekerjaan;
  4. tempat pekerjaan;
  5. besarnya upah dan cara pembayarannya;
  6. syarat syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
  7. mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
  8. tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat dan tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja. “

Hal yang perlu menjadi perhatian adalah bahwa perjanjian kerja tidak boleh bertentangan dengan peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku (Pasal 54 ayat 2 UU No.13/2003), serta dibuat sekurang-kurangnya rangkap 2 (dua) masing-masing untuk karyawan dan perusahaan (Pasal 54 ayat 3 UU No.13/2003).

Selanjutnya disebutkan dalam Pasal 56 UU No.6/2023, bahwa perjanjian kerja dapat dibuat untuk waktu tertentu (PKWT) atau waktu tidak tertentu (PKWTT). Adapun untuk perjanjian kerja waktu tertentu (PKWT) mendasarkan pada:

  1. jangka waktu; atau
  2. selesainya suatu pekerjaan tertentu.

Kedua dasar PKWT tersebut selanjutnya diuraikan secara rinci dalam PP No.35/2021, yakni sebagai berikut:

1) pekerjaan berdasarkan “jangka waktu” diuraikan dalam Pasal 5 ayat (1) PP No.35/2021, yakni sebagai berikut:

  • pekerjaan yang diperkirakan penyelesaiannya dalam waktu yang tidak terlalu lama. Dalam hal ini, ditegaskan bahwa pekerjaan tersebut dapat dilaksanakan paling lama 5 (lima) tahun, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 6 PP No.35/2021, dimana jangka waktu 5 tahun tersebut juga termasuk didalamnya untuk perpanjangan PKWT (Pasal 8 PP No.35/2021).
  • pekerjaan yang bersifat musiman. Dalam hal ini, diatur dalam Pasal 7 PP No.35/2021, yang pada intinya menyebutkan bahwa pekerjaan bersifat musiman adalah pekerjaan yang pelaksanaanya tergantung pada musim (cuaca tertentu) atau kondisi tertentu. Dimana maksud dari “kondisi tertentu” tersebut yakni merupakan sebagai pekerjaan tambahan yang dilakukan untuk memenuhi pesanan atau target tertentu.
  • pekerjaan yang berhubungan dengan produk baru, kegiatan baru, atau produk tambahan yang masih dalam percobaan atau penjajakan;

2) Pekerjaan yang mendasarkan pada selesainya suatu pekerjaan tertentu. Dalam hal ini, diatur pada Pasal 5 ayat (2) PP No. 35/2021, yakni dimaksudkan sebagai berikut:

  • pekerjaan yang sekali selesai; atau
  • pekerjaan yang sementara sifatnya.

Selain yang telah disebutkan di atas, masih terdapat keleluasaan untuk menentukan lain bagi PKWT, sebagaimana disebutkan dalam Pasal 5 ayat (3) PP No.35/2021 menyebutkan bahwa PKWT dapat dilaksanakan terhadap pekerjaan tertentu lainnya yang jenis dan sifat atau kegiatannya bersifat tidak tetap.

Selanjutnya terdapat hal lain yang perlu diperhatikan mengenai PKWT, yakni:

  1. PKWT harus dibuat dalam bentuk perjanjian tertulis.
  2. PKWT harus dibuat dalam bahasa Indonesia, jikapun dibuat dalam bentuk bahasa Indonesia dan bahasa asing maka penafsiran yang digunakan adalah menggunakan versi bahasa Indonesia. (Pasal 57 UU No.6/2023).
  3. PKWT tidak diperbolehkan mensyaratkan masa percobaan, jika terdapat ketentuan masa percobaan dalam PKWT, maka persyaratan masa percobaan tersebut batal demi hukum dengan sendirinya (Pasal 58 UU No.6/2023).
  4. PKWT tidak dapat digunakan untuk jenis pekerjaan yang bersifat tetap, dan jika PKWT digunakan pada pekerjaan yang bersifat tetap maka demi hukum perjanjian tersebut berubah menjadi perjanjian kerja waktu tidak tertentu (PKWTT). (Pasal 59 ayat (2) dan (3) UU 6/2023).
  5. Adanya kewajiban bagi Pengusaha untuk memberikan kompensasi kepada pekerja PKWT pada saat PKWT tersebut berakhir (Pasal 61A ayat (1) UU No.6/2023). Namun jika PKWT diputus sebelum berakhirnya jangka waktu maka, selain kompensasi, juga dikenakan ganti rugi sesuai sisa jangka waktu perjanjian (Pasal 62 UU No.13/2003).
  6. PKWT harus dicatatkan oleh pengusaha pada kementerian (dinas) ketenagakerjaan secara daring paling lambat 3 hari kerja setelah penandatanganan PKWT (Pasal 14 PP No.35/2021).

Oleh karena itu, berdasarkan uraian di atas mengenai jenis pekerjaan PKWT, maka untuk jenis pekerjaan PKWTT hanya ditujukan untuk pekerjaan yang dilakukan secara tetap atau terus menerus.

Perjanjian untuk PKWTT dapat dibuat dalam bentuk tertulis maupun lisan, dengan syarat bahwa perjanjian secara lisan harus ditindaklanjuti dalam suatu surat keputusan, sebagaimana diatur dalam Pasal 63 UU No.13/2003. Dalam prakteknya, surat keputusan tersebut biasa disebut juga dengan surat pengangkatan karyawan.

Author: wilopo husodo (wilopo@husodolawfirm.com)

Published by Husodo and Partners

contact@husodolawfirm.com