Kasus Pidana Berlanjut Gugatan Perdata

Setiap transaksi bisnis seringkali terjadi permasalahan yang berujung pada tindak pidana, pada umumnya hal seperti ini bermuara pada tindak pidana penipuan (Pasal 378 KUHP) maupun penggelapan (Pasal 372 KUHP). Dimana biasanya yang menjadi korban penipuan adalah pihak pembeli.

Pihak pembeli biasanya dijanjikan sesuatu oleh pihak penjual, baik berupa barang maupun keuntungan, dengan berbagai macam alasan misalnya harga barang dibawah harga pasar sehingga akan menghasilkan keuntungan besar. Faktanya, pihak pembeli sudah terlanjur menyerahkan uang namun tidak pernah menerima barang yang dijanjikan oleh pihak penjual, hingga akhirnya pihak penjual merasa ditipu dan melaporkan kejadian tersebut kepada pihak kepolisian.

Kasus serupa pernah terjadi di Surabaya yang melibatkan karyawan PT. Antam Tbk serta pihak luar yang mengaku sebagai marketing dari PT Antam Cabang Surabaya. Dimana kasus tersebut bermula dari oknum marketing tersebut menjanjikan harga emas dibawah standar kepada seorang pengusaha sebagai calon pembeli. Namun ternyata pengusaha tersebut merasa kecewa dan ditipu karena tidak mendapatkan emas sesuai harapan yang dijanjikan oknum marketing tersebut, hingga akhirnya melaporkan kejadian tersebut kepada Kepolisian Daerah Jawa Timur (Polda Jatim).

Berdasarkan hasil pemeriksaan penyidik Polda Jatim, telah ditetapkan 4 orang tersangka yang terdiri dari oknum marketing dan 3 orang karyawan PT Antam Tbk. Selanjutnya perkara tersebut dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Surabaya dan didaftarkan dalam register perkara yang berbeda menjadi 2 perkara, yakni untuk oknum marketing dan 3 orang karyawan.

Selama persidangan berlangsung, salah seorang penasehat hukum terdakwa karyawan tersebut terkejut dengan fakta-fakta yang diuraikan oleh Jaksa Penuntut Umum dalam dakwaannya. Sehingga penasehat hukum tersebut mengajukan Nota Keberatan (Eksepsi), dimana dalam Eksepsi tersebut penasehat hukum menyebutkan nama-nama para petinggi PT Antam, Tbk (Pusat) yang diduga juga ikut terlibat. Namun demikian, perkara tersebut tetap diputus dan majelis hakim menyatakan para terdakwa bersalah melakukan tindak pidana penipuan.

Merasa kurang puas karena belum mendapatkan ganti rugi, pengusaha tersebut mencoba cara lain untuk memperoleh kompensasi ganti rugi dari PT Antam Tbk dengan mengajukan gugatan perdata Perbuatan Melawan Hukum dengan Nomor Perkara: 17/Pdt.G/2020/PN. Sby (dicabut) dan No.: 158/Pdt.G/2020/PN. Sby, dimana pada intinya gugatan tersebut didasari pada putusan pidana sebelumnya yang melibatkan karyawan PT Antam Tbk sehingga terdapat kesinambungan antara peristiwa pidana dan kompensasi kerugian perdata.

Mekanisme Ganti Rugi dalam Kasus Pidana

Pihak korban yang menderita kerugian akibat suatu tindak pidana yang dilakukan terdakwa dapat menempuh proses hukum untuk meminta ganti rugi melalui 2 (dua) cara, yakni melalui penggabungan perkara (pidana-perdata) dan pengajuan gugatan perdata perbuatan melawan hukum.

  • Permintaan Ganti Rugi berdasarkan KUHAP

Pada dasarnya permintaan ganti rugi oleh korban dalam kasus pidana dapat merujuk pada Pasal 98 KUHAP, yakni sebagai berikut:

(1) Jika suatu perbuatan yang menjadi dasar dakwaan di dalam suatu pemeriksaan perkara pidana oleh pengadilan negeri menimbulkan kerugian bagi orang lain, maka hakim ketua sidang atas permintaan orang itu dapat menetapkan untuk menggabungkan perkara gugatan ganti kerugian kepada perkara pidana itu.

(2) Permintaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat diajukan selambat-lambatnya sebelum penuntut umum mengajukan tuntutan pidana. Dalam hal penuntut umum tidak hadir, permintaan diajukan selambat-lambatnya sebelum hakim menjatuhkan putusan.

Jika pihak korban menempuh cara ini, maka tentunya permintaan ganti rugi tersebut hanya dapat berkekuatan tetap bersamaan dengan proses pidananya. Begitupula jika putusan pidana diajukan banding, maka proses ganti rugi secara otomatis mengikuti proses banding, atau sebaliknya jika tidak ada banding maka permintaan ganti rugi juga tidak dapat diajukan banding.

  • Ganti Rugi melalui Gugatan Perdata Perbuatan Melawan Hukum (PMH)

Pengajuan gugatan perbuatan melawan hukum untuk meminta ganti rugi akibat adanya perbuatan pidana oleh terdakwa dapat diajukan kapanpun, karena tidak ada aturan manapun yang melarangnya sepanjang penggugat memiliki bukti yang valid untuk mengajukan gugatan. Sehingga perkara pidana berlanjut perdata dapat ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan.

Dasar gugatan perbuatan melawan hukum merujuk pada Pasal 1365 KUH Perdata, yakni sebagai berikut:

Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain,mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.

Dalam prakteknya beberapa pengacara mengajukan gugatan PMH menunggu hasil putusan pidana tingkat pertama terlebih dahulu sebagai acuan untuk mendalilkan unsur perbuatan melanggar hukum tersebut agar memenuhi ketentuan Pasal 1365 KUH Perdata. Selanjutnya perkara pidana berlanjut perdata, dimana nantinya salinan Putusan tersebut juga diajukan sebagai bukti dalam persidangan.

Namun selain itu, ada juga yang mengajukan gugatan PMH setelah memperoleh Surat Pemberitahuan Hasil Penyidikan (SP2HP) dari kepolisian yang menerangkan tentang penetapan status tersangka. Selanjutnya perkara pidana berlanjut perdata, dimana Surat SP2HP tersebut juga menjadi acuan sekaligus bukti utama dalam proses persidangan perdata.

author: wilopo husodo

Advertisement

Published by Husodo and Partners

contact@husodolawfirm.com

Let's discuss...

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s