Gugatan Citizen Law Suit (CLS) atau Actio Popularis pada dasarnya belum dikenal dalam sistem hukum di Indonesia. Gugatan model ini telah dikenal dan berkembang di negara yang menganut sistem hukum Common Law. Namun tampaknya konsep tersebut mulai sering digunakan dalam sistem peradilan di Indonesia. Pengadilan Negeri Jakarta Pusat misalnya telah menerima model gugatan citizen lawsuit. Pertimbangan hakim menerima gugatan ini adalah bahwa “…setiap warga negara tanpa kecuali, mempunyai hak membela kepentingan umum. Dengan demikian setiap warga negara atas nama kepentingan umum dapat menggugat negara atau pemerintah, atau siapapun yang melakukan perbuatan melawan hukum yang nyata-nyata merugikan kepentingan publik dan kesejahteraan luas”.
Beberapa contoh kasus gugatan actio popularis yang pernah didaftarkan di Indonesia antara lain: gugatan atas nama Munir Cs atas penelantaran negara terhadap TKI migran yang dideportasikan di Nunukan dalam perkara No. 28/Pdt.G/2003/PN.JKT.PST., gugatan tukang becak terhadap Penguasa dalam perkara No. 50/Pdt.G/2000/PN.JKT.PST, dan gugatan yang juga diajukan oleh LBH Jakarta atas penyelenggaraan Ujian Nasional dalam perkara No. 228/Pdt.G/2007/PN.Jkt.Pusat.
Menurut Syahdeini, yang dimaksud dengan actio popularis adalah prosedur pengajuan gugatan yang melibatkan kepentingan umum secara perwakilan. Dalam hal ini, pengajuan gugatan ditempuh dengan acuan bahwa setiap warga negara tanpa kecuali mempunyai hak membela kepentingan umum. Sedangkan Menurut Gokkel, actio popularis adalah gugatan yang dapat diajukan oleh setiap warga Negara, tanpa pandang bulu, dengan pengaturan oleh Negara. Kemudian menurut Kottenhagen-Edzes, actio popularis dapat diberi batasan sebagai pengajuan gugatan yang dapat dilakukan oleh setiap orang terhadap adanya perbuatan melawan hukum, dengan mengatasnamakan kepentingan umum, berdasarkan peraturan perundang-undangan yang mengatur adanya prosedur tersebut.
Pada intinya gugatan CLS merupakan mekanisme bagi warga negara untuk menggugat tanggung jawab penyelenggara negara atas kelalaian dalam memenuhi hak-hak warga negara. Kelalaian tersebut didalilkan sebagai Perbuatan Melawan Hukum, sehingga actio popularis diajukan pada lingkup peradilan umum dalam perkara perdata. Namun demikian, gugatan CLS sangatlah berbeda dengan model gugatan Class Action (perwakilan kelompok) ataupun gugatan pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Dalam gugatan Class Action, dasar hukum yang digunakan adalah mengacu pada Peraturan Mahkamah Agung (Perma) No.1 Tahun 2002 tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok. Menurut Perma tersebut, Gugatan Perwakilan Kelompok adalah suatu tata cara pengajuan gugatan, dalam mana satu orang atau lebih yang mewakili kelompok mengajukan gugatan untuk diri atau diri-diri mereka sendiri dan sekaligus mewakili kelompok orang yang jumlahnya banyak, yang memiliki kesamaan fakta atau dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok dimaksud. Jadi dapat disimpulkan bahwa dalam model Class Action harus terdapat unsur kesamaan fakta dan dasar hukum dalam sebuah kelompok yang mengajukan gugatan.
Sedangkan gugatan PTUN, menurut Undang-Undang No. 5 Tahun 1986 beserta perubahannya, adalah suatu gugatan yang diajukan oleh seseorang atau badan hukum perdata terhadap Pejabat Tata Usaha Negara karena adanya Keputusan Pejabat Tata Usaha Negara yang bersifat individual, konkrit, dan final, serta menimbulkan akibat bagi seseorang atau badan hukum tersebut.
Sehingga dapat disimpulkan, mekanisme gugatan CLS yang dilakukan oleh warga Negara terhadap penguasa (pemerintah) sangatlah berbeda dengan gugatan dalam model Class Action atau PTUN. Gugatan CLS bersifat lebih umum dan dapat diajukan oleh setiap warga negara meskipun kerugian yang dialami tidak secara langsung. Namun demikian, pengaturan gugatan CLS belum ada dasar hukumnya, sehingga dalam prakteknya Pengadilan Negeri sering mengalami kebingungan dalam memeriksa perkara CLS.
Bahkan untuk menyiasati kondisi tersebut, seringkali majelis hakim Pengadilan Negeri melakukan suatu terobosan hukum dalam memeriksa gugatan CLS, yakni dengan menerapkan kebiasaan yang berlaku di negara lain sehubungan dengan model gugatan CLS. Adapun terobosan tersebut dengan menerapkan sistem CLS yang berlaku di Amerika Serikat, dimana sebelum gugatan diajukan penggugat harus mengirimkan pemberitahuan (notice) atau sejenis somasi kepada pihak tergugat dalam hal ini pemerintah. Namun sebenarnya, jika diteliti dengan seksama peraturan CLS di Amerika Serikat, maka akan ditemukan adanya syarat-syarat khusus terhadap objek gugatan CLS yakni seperti misalnya adanya pelanggaran pemerintah atas perizinan, standar, peraturan, ketentuan, persyaratan, larangan, dan perintah.
Jika ditelaah lebih seksama, model gugatan CLS di Amerika Serikat serupa dengan penggabungan antara model gugatan Class Action dan PTUN yang berlaku di Indonesia. Sehingga dengan demikian, jika sistem hukum di Indonesia hendak menerapkan model gugatan CLS maka sebaiknya mempertimbangkan ketentuan-ketentuan yang sudah ada dan berlaku dalam gugatan Class Action maupun PTUN.
Sebagaimana dipaparkan di atas, maka dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Citizen Law Suit memiliki karakteristik antara lain sebagai berikut:
- Citizen Law Suit merupakan akses orang perorangan atau warga negara untuk mengajukan gugatan di Pengadilan untuk dan atas nama kepentingan keseluruhan warga negara atau kepentingan publik;
- Citizen Law Suit dimaksudkan untuk melindungi warga negara dari kemungkinan terjadinya kerugian sebagai akibat dari tindakan atau pembiaran dari negara atau otoritas negara;
- Citizen Law Suit memberikan kekuatan kepada warga negara untuk menggugat negara dan institusi pemerintah yang melakukan pelanggaran undang-undang atau yang melakukan kegagalan dalam memenuhi kewajibannya dalam pelaksanaan (implementasi) undang-undang;
- Orang perorangan warga negara yang menjadi penggugat dalam Citizen Law Suit, tidak perlu membuktikan adanya kerugian langsung yang bersifat riil atau tangible;
- Secara umum, peradilan cenderung reluctant terhadap tuntutan ganti kerugian jika diajukan dalam gugatan Citizen Law Suit.
Perlahan tapi pasti, sistem hukum di Indonesia akan mengakomodir model gugatan CLS seiring dengan berkembangnya kesadaran hukum masyarakat serta kompleksitas permasalahan yang terjadi.
author: Wilopo Husodo
———————————————————————————————-
Bahan bacaan:
http://masalahukum.wordpress.com/2013/08/25/citizen-law-suit/
http://www.law.cornell.edu/uscode/text/42/6972
Efa Laela Fakhirah, Actio Popularis (Citizen Lawsuit) dalam Perspektif Hukum Acara Perdata Indonesia
Dasar Hukum:
Undang-Undang No. 5 tahun 1986 beserta perubahannya
Perma No. 1 tahun 2002 tentang Tata Cara Penerapan Gugatan Perwakilan Kelompok
Putusan perkara No. 2801 K/PDT/2009